Senin, 21 Februari 2011

Kesehatan Mental "Memahami Psikologi dan Kesehatan Mental Orang Tua Tunggal"

Pendahuluan

Beberapa tingkah laku masyarakat yang beraneka ragam mendorong para ahli Ilmu Psikologi untuk menyelidiki apa penyebab perbedaan tingkah laku orang-orang dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, juga menyelidiki penyebab seseorang tidak mampu memperoleh ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupannya. Usaha ini kemudian melahirkan satu cabang termuda dari ilmu Psikologi, yaitu Kesehatan mental (Mental Hygiene) (Yusak Burhanuddin, 1999: 10).

Kesehatan mental, sebagai disiplin ilmu yang merupakan bagian dari psikologi agama, terus berkembang dengan pesat. Hal ini tidak terlepas dari masyarakat yang selalu membutuhkan solusi-solusi dari berbagai problema kehidupan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi belum mampu memenuhi kebutuhan ruhani, bahkan menambah permasalahan-permasalahan baru, seperti kecemasan dengan kemewahan hidup. Akibat lain adalah rasionalitas teknologi lebih diutamakan sehingga nilai kemanusiaan diabaikan. Demikian ungkap Sayyid Husain Nasr.

Pada bagian lain, berbagai persoalan hidup yang melanda bangsa Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan krisis multi dimensi di berbagai pelosok nusantara. Belum tuntas permasalahan ekonomi, muncul konflik berbau Sara, baru saja meredam pertikaian tersebut, bangsa kita dilanda berbagai bencana, semakin memperbukuk kondisi mental bangsa ini. Menurut Sururin persoalan kesehatan mental perlu perhatian serius semenjak adanya asumsi bahwa 2% bangsa Indonesia terganggu jiwanya.
Di samping itu, adanya perhatian manusia yang besar terhadap kesejahteraan hidupnya, serta adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya dilakukan pembinaan kesejahteraan hidup bersama ikut mempercepat perkembangan ilmu kesehatan mental.


II. Kesehatan Mental

A. Sejarah Kesehatan Mental

Setelah Perang Dunia II, perhatian masyarakat mengenai kesehatan jiwa semakin bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru bagi peradaban manusia. Pepatah Yunani tentang mens sana in confore sano merupakan satu indikasi bahwa masyarakat di zaman sebelum masehi pun sudah memperhatikan betapa pentingnya aspek kesehatan mental.

Yang tercatat dalam sejarah ilmu, khususnya di bidang kesehatan mental, kita dapat memahami bahwa gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan dengan peradaban. Untuk lebih lanjutnya, berikut dikemukakan secara singkat tentang sejarah perkembangan kesehatan mental.

Seperti juga psikologi yang mempelajari hidup kejiwaan manusia, dan memiliki usia sejak adanya manusia di dunia, maka masalah kesehatan jiwa itupun telah ada sejak beribu-ribu tahun yang lalu dalam bentuk pengetahuan yang sederhana.

Beratus-ratus tahun yang lalu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah syaitan-syaitan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun ada usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.

Masa selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropa.

Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki kondisi dari 32 rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke Eropa. Atas jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar pada abad ke-19.

Tokoh lain yang banyak pula memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan dalam asylum-asylum tersebut. Sering ia didera dengan pukulan-pukulan dan jotosan-jotosan, dan menerima hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam. Dan banyak lagi perlakuan-perlakuan kejam yang tidak berperi kemanusiaan dialaminya dalam rumah sakit jiwa tersebut. Setelah dirawat selama dua tahun, beruntung Beers bisa sembuh.

Di dalam bukunya ”A Mind That Found Itself”, Beers tidak hanya melontarkan tuduhan-tuduhan terhadap tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi kemanusiaan dalam asylum-asylum tadi, tapi juga menyarankan program-program perbaikan yang definitif pada cara pemeliharaan dan cara penyembuhannya. Pengalaman pribadinya itu meyakinkan Beers bahwa penyakit mental itu dapat dicegah dan pada banyak peristiwa dapat disembuhkan pula. Oleh keyakinan ini ia kemudian menyusun satu program nasional, yang berisikan:
1. Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.

2. Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental.

3. Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya.

4. Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.

William James dan Adolf Meyer, para psikolog besar, sangat terkesan oleh uraian Beers tersebut. Maka akhirnya Adolf Meyer-lah yang menyarankan agar ”Mental Hygiene” dipopulerkan sebagai satu gerakan kemanusiaan yang baru. Dan pada tahun 1908 terbentuklah organisasi Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu pada tahun 1909 berdirilah The National Committee for Mental Hygiene, dimana Beers sendiri duduk di dalamnya hingga akhir hayatnya.

B. Pengertian Secara Etimologis dan Terminologis

Secara etimologis, kata “mental” berasal dari kata latin, yaitu “mens” atau “mentis” artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Di dalam bahasa Yunani, kesehatan terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu kesehatan. Maka kesehatan mental merupakan bagian dari hygiene mental (ilmu kesehatan mental) (Yusak Burhanuddin, 1999: 9).

Menurut Kartini Kartono dan Jenny Andary dalam Yusak (1999: 9-10), ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental/jiwa, yang bertujuan mencegah timbulnya gangguan/penyakit mental dan gangguan emosi, dan berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental, serta memajukan kesehatan jiwa rakyat.

Sebagaimana seorang dokter harus mengetahui faktor-faktor penyebab dan gejala-gejala penyakit yang diderita pasiennya. Sehingga memudahkan dokter untuk mendeteksi penyakit dan menentukan obat yang tepat. Definisi mereka berdua menunjukan bahwa kondisi mental yang sakit pada masyarakat dapat disembuhkan apabila mengetahui terlebih dulu hal-hal yang mempengaruhi kesehatan mental tersebut melalui pendekatan hygiene mental.

Dalam perjalanan sejarahnya, pengertian kesehatan mental mengalami perkembangan sebagai berikut :

a. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa (neurosis dan psikosis). Pengertian ini terelihat sempit, karena yang dimaksud dengan orang yang sehat mentalnya adalah mereka yang tidak terganggu dan berpenyakit jiwanya. Namun demikian, pengertian ini banyak mendapat sambutan dari kalangan psikiatri (Sururin,2004: 142). Kembali pada istilah neorosis, pada awalnya kata tersebut berarti ketidakberesan dalam susunan syaraf. Namun, setelah para ahli penyakit dan ahli psikologi menyadari bahwa ketidakberesan tingkah laku tersebut tidak hanya disebabkan oleh ketidakberesan susunan syaraf, tetapi juga dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain, maka aspek mental (psikologi) dimasukkan pula dalam istilah tersebut.

b. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup. Pengertian ini lebih luas dan umum, karena telah dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh. Dengan kemampuan penyesuaian diri, diharapkan akan menimbulkan ketentraman dan kebahagiaan hidup.

c. Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk mengatasi problem yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).

d. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi, bakat dan pembawaan semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain, terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin (Sururin,2004: 144).

Kesehatan mental (mental hygiens) adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan ruhani (M. Buchori dalam Jalaluddin,2004: 154) Menurut H.C. Witherington, kesehatan mental meliputi pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat lapangan Psikologi, kedokteran, Psikiatri, Biologi, Sosiologi, dan Agama (M. Buchori dalam Jalaluddin,2004: 154)

Kesehatan Mental merupakan kondisi kejiwaan manusia yang harmonis. Seseorang yang memiliki jiwa yang sehat apabila perasaan, pikiran, maupun fisiknya juga sehat. Jiwa (mental) yang sehat keselarasan kondisi fisik dan psikis seseorang akan terjaga. Ia tidak akan mengalami kegoncangan, kekacauan jiwa (stres), frustasi, atau penyakit-penyakit kejiwaan lainnya. Dengan kata lain orang yang memiliki kesehatan mental juga memiliki kecerdasan baik secara intelektual, emosional, maupun spiritualnya.

Untuk memahami jiwa yang sehat, dapat diketahui dari beberapa ciri seseorang yang memiliki mental yang sehat. Dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1959 memberikan batasan mental yang sehat adalah sebagai berikut :
1. Dapat menyesuaikan diri secara konstuktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu buruk banginya.

2. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.

3. Merasa lebih puas memberi dari pada menerima.

4. Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas.

5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan.

6. Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran dikemudian hari.

7. Menjuruskan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.

8. Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.

Kriteria tersebut disempurnakan dengan menambahkan satu elemen spiritual (agama). Sehingga kesehatan mental ini bukan sehat dari segi fisik, psikologik, dan sosial saja, melainkan juga sehat dalam art spiritual.

Dan tidak kalah pentingnya adalah mengetahui sekaligus memahami prinsip-prinsip dari kesehatan mental itu. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip kesehatan mental adalah dasar yang harus ditegakkan orang dalam dirinya untuk mendapatkan kesehatan mental yang baik serta terhindar dari gangguan kejiwaan.

Prinsip-prinsip tersebut adalah:

1. Gambaran dan sikap yang baik terhadap diri sendiri (self image). Prinsip ini dapat dicapai dengan penerimaan diri, keyakinan diri dan kepercayaan pada diri sendiri. Citra diri positif akan mewarnai pola hidup, sikap, cara pikir dan corak penghayatan, serta ragam perbuatan yang positif pula.

2. Keterpaduan antara Integrasi Diri. Adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri, kesatuan pandangan (falsafah) dalam hidup dan kesanggupan mengatasi stres (Sururin,2004: 146).

3. Perwujudan Diri (aktualisasi diri). Inilah proses pematangan diri. Menurut Reiff, orang yang sehat mentalnya adalah orang yang mampu mengaktualisasikan diri atau mampu mewujudkan potensi yang dimilikinya, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan cara yang baik dan memuaskan.

4. Mau menerima orang lain, mampu melakukan aktifitas sosial dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal.

5. Berminat dalam tugas dan pekerjaan. Suka pada pekerjaan tertentu walaupun berat maka akan mudah dilakukan dibandingkan dengan pekerjaan yang kurang diminati.

6. Agama, cita-cita, dan falsafah hidup. Demi menggapai ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan.

7. Pengawasan diri. Hal ini dapat dilakukan terhadap keinginan-keinginan dari ego yang bersifat biologis murni. Sehingga dapat dikendalikan secara sehat dan terarah.

8. Rasa benar dan tanggung jawab. Ini penting bagi tingkah laku. Dengan demikian muncul rasa percaya diri dan bertanggung jawab penuh atas segala tindakan sehingga tidak menutup kemungkinan kesuksesan diri akan diraih.


C. Memahami Psikologi dan Kesehatan Mental Orang Tua Tunggal

Kehamilan diluar pernikahan, perceraian, dan ditinggalkan oleh salah satu orang tua adalah sebagian alasan mengapa ada orang tua tunggal. Apa yang tidak diketahui sebagian besar orang adalah, kejadian-kejadian ini akan mengubah hidup mereka karena dapat berefek traumatis bagi orang tua tunggal dan anak, membuat mereka seringkali disalahpahami. Ini membuat studi tentang psikologi dan kesehatan mental orang tua tunggal menjadi penting.

Penelitian telah melaporkan bahwa ada lebih banyak permasalahan anak dan remaja di rumah tangga dengan orang tua tunggal dibandingkan mereka dengan rumah tangga yang 'normal'. Sementara orang tua tunggal mungkin tidak setuju terhadap studi ini, namun dapat dimengerti mengapa statistik memberi hasil seperti itu.

Salah satu alasannya, orang tua tunggal memiliki waktu yang terbatas. Mengelola rumah tangga bersama orang lain saja masih sulit. Apa lagi jika anda harus melakukannya sendiri. Itulah sebabnya penting bagi orang tua tunggal untuk membuat jadwal harian atau mingguan bagi aktivitasnya. Dengan begitu, ia dapat menemukan waktu untuk melakukan semua hal yang perlu dilakukan, termasuk beberapa waktu luang untuk rekreasi dan relaksasi.

Selain itu, orang tua tunggal mungkin memiliki masalah dengan keuangan karena ia satu-satunya yang memberi penghasilan bagi keluarga. Ia harus belajar untuk menghemat uang dengan cara menyisihkan sebagiannya untuk hari esok. Selain itu, ia harus belajar untuk membuat beberapa investasi yang pasti.

Tentu saja, jika seseorang menjadi orangtua tunggal karena perceraian atau kematian pasangan, akan ada beberapa masalah lagi yang akan dihadapinya. Suatu hal yang biasa baginya untuk merasa sedih atau tertekan, jadi berikanlah waktu baginya untuk berduka. Teman-temannya dapat membantu dalam proses untuk bangkit kembali. Kedukaan ini juga akan meresahkan anak, sehingga orang tua tunggal harus belajar untuk menunjukkan dukungan kepada anak dan bukan berfokus pada kesedihannya saja. Orang tua tunggal dan anak-anaknya dapat saling membantu untuk mempersingkat waktu berduka.
Terakhir, orang tua tunggal mungkin merasa ditolak dan sendirian. Jadi ia harus belajar untuk memelihara dirinya sendiri. Makan dan tidur nyenyak. Olahraga secara teratur, atau terlibat dalam kegiatan olahraga yang anda sukai. Bergabung dengan sebuah kelompok gereja atau asosiasi di masyarakat anda.

Untuk mengurangi insidensi masalah-masalah anak seperti dikeluarkan dari sekolah, masalah perilaku remaja dan kehamilan dini, maka seorang orang tua tunggal harus belajar untuk berkomunikasi dengan anaknya. Luangkan waktu berkualitas baginya. Lakukan aktivitas menyenangkan bersama-sama. Pantau kegiatannya di sekolah secara teratur.

Hal-hal apa sajakah yang tersedia bagi orang tua tunggal? Ia dapat bergabung dengan kelompok atau organisasi orang tua tunggal. Di dalamnya, setiap anggotanya dapat berbagi dan berdiskusi tentang masalah-masalah yang dihadapinya dan pengalamannya dalam menghadapi perceraian dan membesarkan anaknya. Aktivitas-aktivitas yang mendidik seperti pemberian kuliah oleh seorang profesional dan seminar-seminar pelatihan, serta aktivitas rekreasi dapat diadakan untuk membantu orang tua tunggal untuk mengatasi kondisinya.

Terdapat juga situs internet yang akan memberi dukungan terhadap orang tua tunggal. Banyak sekali perihal tentang orang tua tunggal dapat ditemukan di internet melalui ruang chat, forum, koran elektronik, artikel, dan bentuk-bentuk literatur lainnya yang dapat mereka bagikan.

Dengan mengetahui kesehatan psikologi dan mental dari orang tua tunggal akan membuat kita lebih baik dalam memahami orang tua tunggal beserta anak-anaknya. Menjadi orang tua tunggal adalah tugas yang sulit. Dengan keterbatasan waktu dan keuangan, ia harus bisa mengatasi masalah dalam membesarkan anak. Namun dengan toleransi dan pengertian dari orang-orang disekitarnya, tugas ini tidak akan menjadi sulit seperti biasanya.


III. Penutup

Kesimpulan

Setelah dipaparkan beberapa pengertian seputar kesehatan mental, dapat diketahui bersama bahwa sebenarnya kesehatan mental selain sebagai salah satu cabang ilmu Psikologi termuda, juga berfungsi sebagai alat solusi dari beragam permasalahan kesehatan kejiwaan pada masyarakat. Melalui pendekatan Mental Hygiene inilah penyakit jiwa (mental) dapat terdeteksi dan ada harapan untuk disembuhkan.

Sedangkan menurut definisi umum, kesehatan mental adalah kondisi kejiwaan manusia yang harmonis yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan intelektual yang optimal dari seseorang serta perkembangan tersebut berjalan selaras dengan orang lain.

Kesehatan jiwa juga merupakan perasaan sehat dan berbahagia mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positip terhadp diri sendiri dan orang lain.

Ciri-ciri sehat jiwa yakni menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stress kehidupan yang wajar, dapat berperan serta dalam lingkungan hidupnya, menerima baik yang ada pada dirinya dan mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya serta merasa nyaman bersama orang lain.

Menjadi orang tua tunggal itu sulit karena dia mengelola rumah tangganya sendiri,. membesarkan anaknya sendiri dan memiliki keterbatasan waktu dan keuangan sehingga mungkin lebih mudah terkena gangguan psikologi atau kesehatan mental. Maka sebagai orang tua tunggal perlu untuk membuat jadwal harian atau mingguan untuk aktivitasnya dan dengan begitu dia dapat menemukan waktu untuk melakukan semua hal yang perlu dilakukan, termasuk beberapa waktu luang untuk rekreasi dengan anak-anaknya dan relaksasi.. Namun dengan toleransi dan pengertian dari orang-orang disekitarnya, tugas ini tidak akan menjadi sulit seperti biasanya


Daftar Pustaka

http://loverboy.blogdetik.com/2011/02/11/sejarah-kesehatan-mental/

http://sisyat86inspiriete.blogspot.com/2008/02/kesehatan-mental-hygiene-mental.html

Abdul Aziz el Quussy, Ilmu Jiwa : Prinsip-prinsip dan Implementasinya dalam Pendidikan, Jakarta: Bulan Bintang, 1976

Abdul Mujib, Fitrah & Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis, Jakarta: Darul Falah,1999.

Ary Ginanjar Agustian,. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan Spiritual (ESQ: Emotional Spiritual Quotient). Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2002
Hassan Shadily dkk., Ensiklopedia Indonesia, Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1991

Jalaluddin, Psikologi Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.

Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004

Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999

www.republika.com

http://id.wikipedia.org/wiki/Jiwa

http://www.waspada.co.id/serba_serbi/kesehatan/artikel.

http://doktermu.com/psikologi/317-memahami-psikologi-dan-kesehatan-mental-orang-tua tunggal