KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas pembahasan dari buku yang berjudul (KEBUDAYAAN INDIS ” Dari Zaman Kompeni sampai Revolusi”). Tugas ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah (Psikologi Lintas Budaya).
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga tugas ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Tugas ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga tugas ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Jakarta, Oktober 2011
I. PENDAHULUAN
Sejak lama sebelum kedatangan bangsa belanda di kepulauan indonesia, orang india, cina, arab dan portugis telah hadir pulau jawa. Masing-masing membawa kebudayaannya sendiri. Pada abad ke-16, orang belanda datang ke indonesia hanya untuk berdagang tetapi kemudian menjadi penguasa di Indonesia.
Kata india berasal dari bahasa belanda “nederlandsch indie” atau hindia belanda, yaitu nama daerah jajahan Belanda di seberang lautan yang secara geografis meliputi jajahan di kepulauan yang disebut nederlandsch oost indie. Istilah indies dikenal makin luas oleh masyarakat dengan berdirinya partai-partai politik, seperti indische partai yang didirikan oleh douwes dekker, tjipto mangun kusumo dan suwardi suryanigrat pada 1912. Ada pula partai indische yang banyak diikuti oleh mayarakat indo-belanda. Kata Indis bagi bangsa indonesia pada masa tertentu dirasakan sebagai penghinaan karena biasa disebut bangsa kelas rendah (babu). Namun sebagai suatu gaya seni yang memiliki ciri khusus dan lahir dalam penderitaan penjajahan kolonial, penyebutan itu sangat tepat.
A. Tinjauan Teori
Teori yang berhubungan dengan isi buku :
1. Adanya perbedaan sosial atau penggolongan masyarakat Teori kebudayaan adalah usaha untuk mengonseptualkan kebermaknaan itu, untuk memahami pertalian antara data dengan manusia dan kelompok manusia yang mewujudkan data itu. Teori kebudayaan adalah usaha konseptual untuk memahami bagaimana manusia menggunakan kebudayaan untuk melangsungkan kehidupannya dalam kelompok, mempertahankan kehidupannya melalui penggarapan lingkungan alam dan memelihara keseimbangannya dengan dunia supranatural.
Teori kolonisasi Teori ini berusaha menjelaskan proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia dengan menekankan pada peranaktif dari orang-orang Indis dalam menyebarkan pengaruhnya di Indonesia. Berdasarkan teori ini orang Indonesia sendiri sangat pasif, artinya mereka hanya menjadi objek penerima pengaruh kebudayaan indis.
Teori pertukaran sosial pun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka kita dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan.
2. Adanya Aktulurasi Kebudayaan
Teori diatas dapat dikaitkan dengan kebudayaan indis dengan :
- Reflector menganjurkan pula hendaknya jangan bersikap memiliki sentiment dan menolak menggunakan unsur-unsur budaya bangsa Pribumi. Apabila perlu, setidak-tidaknya mereka bias mengawinkan dua unsur sebagai usaha baru dalam penciptaan.
- Adanya kelompok pakar ahli bangunan di Hindia Belanda yang menginginkan penggunaan unsur budaya tradisional jawa dalam penciptaan seni bangunan di Eropa.
- Kelompok pertama, mengutamakan pemindahan dari negeri ibu (Belanda), yang menghendaki seni bangunan (nasional Belanda) diberlakukan di daerah koloni, khususnya jawa. Alasannya ialah kemajuan teknik bangunan tidak mudah untuk diduga sebelumnya.
- Kelompok kedua, adanya pertimbangan politik, mereka lebih mengharapkan adanya peralihan ke seni jawa yang dapat menuju ke seni Indo-Eropa, yaitu apabila nantinya Hindia Belanda telah dapat berdiri sendiri.
Hal ini menggambarkan bahwa adanya percampuran budaya antara eropa dan jawa tanpa menghilangkan unsur budaya dari masing-masing kebudayaan yang ada.
B. Pembahasan
Awal Terbentuknya Kebudayaan Indis
Sejak lama sebelum kedatangan bangsa belanda di kepulauan indonesia, orang india, cina, arab dan portugis telah hadir pulau jawa. Masing-masing membawa kebudayaannya sendiri. Pada abad ke-16, orang belanda datang ke indonesia hanya untuk berdagang tetapi kemudian menjadi penguasa di indonesia, pada awal kehadirannya mereka mendirikan gudang-gudang (pakhuizen) untuk menimbun barang dagangan yang berupa rempah-rempah, gudang-gudang tersebut berlokasi di banten, jepara dan jayakarta. VOC yang memiliki modal besar untuk mendirikan gudang penyimpanan tersebut. Tempat itu juga dijadikan sebagai benteng pertahanan dan tempat tinggal, benteng pertahanan disini adalah sebagai tempat untuk bersaing dengan pedagang-pedagang bangsa lain.
Jan pieterzoon coen hadir di batavia pada tahun 1619, membangun gudang penyimpanan barang yang diperkuat dengan perbentengan. Istana sekaligus benteng yang dibangunnya di tepi timur kali ciliwung dan mulai berkembang di daerah pedalaman, untuk menghindari luapan banjir coen membuat sejumlah terusan (kanal), kota batavia sudah menjadi kota benteng dengan luas ± 150 hektar.
1. Segala kesibukan perdagangan dan kehidupan sehari-hari berpusat dibenteng, rumah tinggal para pejabat serta harta mereka, seperti arsip, uamg dan kekayaan lainnya, disimpan didalam benteng. Dengan kata lain semua detak jantung kegiatan ekonomi kompeni berlangsung di dalam benteng. Gubernur jendral valckenier (1737-1741) adalah pejabat tertinggi terakhir di dalam benteng, sesudah itu semua gubernur jendral penggantinya tinggal di luar benteng, sementara itu pejabat VOC membangun rumah-rumah peristirahatan dan taman yang luas. Bangunan ini dibuat dengan mengikuti model belanda pada abad ke-18, dengan ciri-ciri yang sangat mirip dengan bangunan di belanda. Kehadiran orang belanda di indonesia yang kemudian menjadi penguasa mempengaruhi gaya hidup, bentuk bangunan rumah tradisional, serta fungsi ruangannya. Alat perlengkapan rumah tangga tradisoonal jawa yang biasa digunakan masyarakat setempat juga mengalami perubahan. Dengan demikian kebudayaan belanda dalam hal gaya hidup berumah tangga sehari-hari, serta ketujuh unsur universal kebudayaan bahasa,peralatan dan perlengkapan hidup manusia, mata pencarian hidup dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, kesenian, ilmu pengetahuan dan relegi. Kata india berasal dari bahasa belanda “nederlandsch indie” atau hindia belanda, yaitu nama daerah jajahan Belanda di seberang lautan yang secara geografis meliputi jajahan di kepulauan yang disebut nederlandsch oost indie. Istilah indies dikenal makin luas oleh masyarakat dengan berdirinya partai-partai politik, seperti indische partai yang didirikan oleh douwes dekker, tjipto mangun kusumo dan suwardi suryanigrat pada 1912. Perkembangan kebudayaan indis berakhir bersamaan dengan runtuhnya kekuasaan Hindia-Belanda ke tangan kekuasaanbalatera jepang selama tiga setengah tahu. Gaya hidup indis yangg mewah terusik oleh perang dunia II yang berkecamuk dan melumpuhkan gairah hidup. Sulitnya hidup masa perang juga menghentikan segala aktivitas kesenian. Pola hidup dan gaya indis tidak lagi berkembang namun bangunan rumah gaya indis masih berdiri kokoh sampai sekarang. Pada masa VOC, ada pula pengaruh Portugis yang masih tertinggal, yaitu dalam sebutan terhadap orang terhormat. Kelompok masyarakat utama yang terhormat (mijnheer) disebut “signores”, dan keturunannya disebut “sinyo”. Oleh orang pribumi, keturunan pertama Belanda asli disebut “grad satu” atau “liplap”, sedangkan “grad kedua” disebut “grobiak”, dan “grad ketiga” disebut “kasoedik”. Liplap biasanya menjadi pedagang atau pengusaha; grobiak kebanyakan menjadi pelaut, nelayan dan tentara; sedangkan kasoedik menjadi pemburu dan nelayan. Kata grobiak dan kasoedik lama-kelamaan menghilang. Kata liplap masih sering diucapkan, sama halnya dengan kata sinyo. Akhirnya, semua istilah tersebut hilang dan digantikan dengan kata “Indo Europeaan” sebagai julukan (istilah) kehormatan. Mata pencaharian pada saat itu adalah lapangan pekerjaan yang tersedia bagi Pribumi pada masa itu adalah pekerjaan administrasi serta militer dan swasta. Semua kemampuan dibutuhkan, baik yang berupa kepandaian dan keterampilan maupun tenaga kasar. Pekerjaan yang menggunakan tenaga Indo Eropa atau Pribumi seperti prajurit Sewaan, pejabat administrasi pemerintahan , tenaga kasar.
Kelengkapan hidup pada masa indis :
a. Rumah tempat tinggal
Bentuk bangunan rumah tempat tinggal para pejabat pemerintah Hindia-Belanda yang memiliki ciri-ciri perpaduan antara bentuk bangunan belanda dan rumah tradisonal , berdasarkan sejarah seni rupa bangunan tersebuat disebut gaya bangunan indis , suburnya budaya indis pada awalnya didukung oleh kebiasaan hidup membujang para pejabat belanda. Rumah tempat tinggal, bentuk bangunan tempat tinggal dengan ukuran yang besar dan luas, memiliki hiasan mewah, penataan halaman yang rapi, dan perabotan lengkap merupakan tolak ukur derajat kekayaan pemiliknya dan status sosial dalam masyarakat.
b. Pakaian dan kelengkapan
Ciri lain gaya hidup pada zaman itu yang banyak dipengaruhi oleh gaya Eropa ialah tata busana. Karena pengaruh para pembantu rumahtangga dan para nyai, kaum perempuan indis mengenakan sarung dan kebaya. Kain dan kebaya juga dikenakan untuk pakaian sehari-hari di rumah oleh para perempuan Eropa, sedangkan pria mengenakan sarung dan baju takwo atau pakaian tidur (piyama) motif batik.
c. Alat berkarya dan berproduksi
Belanda mengenalkan kepada penduduk Pribumi berbagai ala untuk berkarya atau alat-alat yang dapat digunakan untuk memudahkan kehidupan misalnya mesih jahit, lampu gantung, lampu gas, dan kereta tunggang yang disebut dos-a-dos atau sado.
d. Kelengkapan Alat Dapur dan Jenis Makanan
Di negeri Belanda sampai sekarang banyak rumah makan yang menyediakan berbagai jenis masakan (menu) Indis Tempo Doeloe dengan memasang papan nama bertuliskan “Indische Restaurant”. Banyak keluarga Belanda, khususnya anak keturunan yang pernah tinggal atau datang dari Indonesia, menghidangkan menu Indische rijsttafel. Hidangan ini terdiri atas nasi soto, nasi goring, gado-gado, nasi rames, lumpia, dan sebagainya. Sementara itu di Indonesia, masyarakat Indis, termasuk priyayi Jawa,menghidangkan makanan keluarga dengan perlengkapan dan menu campuran Eropa dan Jawa, misalnya beafstuk, resoulles, soep. Pengaturan susunan peralatan makan di meja makan pun tidak sama dengan di negeri Belanda.
Pendidikan dan Pengajaran
Lazim dalam pandangan masyarakat tradisional, orang yang berusia lanjut memiliki pengalaman yang luas. Hal itu disebabkan oleh akumulasi pengalaman yang dilihat dan didengar, sehingga orang berusia lanjut dianggap memiliki kebijakan dan kearifan. Pandangan tersebut tertanam kuat pada masyarakat jawa. Pada kelompok masyarakat ini, orang muda di Jawa harus mengikuti adat-istiadat dan kebiasaan orang tua-orang tua mereka. Dengan demikian, proses belajar dan penyampaian pengetahuan serta nilai-nilai secara turun-temurun, dari mulut ke mulut, berperan sangat penting. Setiap anggota masyarakat tunduk pada adat. Banyak peraturan dan kaidah-kaidah dalam masyarakat tradisional masih bercorak kaidah kesusilaan, kepercayaan dan keagamaan. Adanya kaidah-kaidah tersebut menjadikan orang takut tertimpa akibat di dunia maupun di akhirat apabila melakukan pelanggaran. Proses pendidikan tradisional Jawa yang semula berfungsi sebagai pelestarian budaya dan kesinambungan generasi, telah melunak pada masyarakat Indis. Banyak unsur budaya Jawa mempengaruhi anak-anak keturunan Eropa, dan sebaliknya banyak pengaruh unsur Eropa pada anak-anak para priyayi. Para priyayi pertama-tama menuntut kemajuan para putranya dengan pendidikan modern, dengan maksud mereka dapat menduduki posisi jabatan dalam administrasi pemerintahan Hindia Belanda, suatu profesi yang terpandang dalam masyarakat Jawa. Di Yogyakarta didirikan sekolah yang terbagi dalam sembilan desa pada tahun 1910-1930, yaitu: a) Standaardschool; b) Volkschool; c) Volkschool voor Meisjes; dan d) Veroolgshool voor Meisjes.
Religi
Enkulturasi adalah suatu proses pembentukan budaya dari dua bentuk kelompok budaya yang berbeda sampai munculnya pranata yang mantap. Dalam pembahasan kajian teologi, enkulturasi diartikan sebagai rancangan bangun teologi lokal. Pross enkulturasi tidak hanya didukung oleh keseluruhan penyesuaian diri dalam kehidupan sosial, tetapi juga didukung oleh pengalaman-pengalaman sosial seperti bentuk ucapan atau bahasa, tingkah laku, lambang dan simbol-simbol serta sistem kepercayaan.
Pertama, proses enkulturasi ditandai oleh adanya pengenalan lingkungan sosial, penyesuaian adat, serta terjalinnya relasi atau hubungan dalam interaksi sosial budaya. Kedua, proses enkulturasi ditandai dengan adanya koeksistensi dan proses menjadi plural yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Tahap ini menempatkan kepribadian dasar sebagai objek legitimasi enkulturasi. Segala aspirasi, sikap, dan keyakinan mencermikan diformulasikan dalam bentuk munculnya sinkretisme kebudayaan, kesenian, dan agama.
Proses penyebaran agama Katolik itu dilakukan dengan berbagai cara, seperti mendirikan prasarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, memberikan bantuan sosial, serta melakukan sinkretisme dengan kebudayaan, kesenian dan agama setempat. Sinkretisme kebudayaan dan agama ini kemudian diimplementasikan dengan istilah lokalisasi, pemribumian teologi, kontekstualisasi dan inkulturasi.
Sinkretisme, sebagai bentuk perpaduan dua unsur budaya dan agama, memiliki berbagai jenis bentuk. Robert J. Schreiter, C.P.P.S. membedakan jenis sinkretisme itu dalam tiga kelompok: 1) sinkretisme agama Kristen dengan agama (kepercayaan) lokal, 2) sinkretisme pencampuran unsur-unsur bukan Kristen, serta 3) sistem keagamaan yang bersifat selektif dalam memasukkan unsur-unsur Kristen. Secara implisit ataupun eksplisit, sinkretisme berkaitan dengan usaha pencampuran unsur-unsur dari dua sistem keagamaan sampai satu titik perpaduan.
Gereja Hati Kudus di Ganjuran Yogyakarta mulai dibangun pada 14 April 1924, batu pertamanya diletakkan oleh kakak-beradik Prof. Dr. Joseph Schmutzer dan Dr. Ir. Jules Schmutzer. Gereja bergaya arsitektur Jawa ini (berdenah axial bouw) dibangun dalam satu kompleks dengan rumahsakit, asrama putri, dan sebuah bangunan berbentuk candi kecil tetapi dengan lambang-lambang agama Katolik (disebut Monumen Hati Kudus). Di dalam bangunan gereja ini terdapat kelengkapan gereja, antara lain altar (meja tempat pengorbanan Kristus), Sacristie (ruangan di dalam gereja untuk menyimpan alat-alat upacara), doopvon wadah air untuk membaptis) dan Cathechumennen (tempat katekis atau pengijil) yang semuanya berhiaskan ragam Jawa.
Di Pulau Jawa terdapat banyak peninggalan bangunan kuno berupa candi dari masa Jawa Hindu dan san Buddha Gautama yang terbuat dari batu kali. Peranan suku Jawa besar sekali dalam membangun bangunan suci beserta patung dan ragam hiasnya.
Di Gereja Katolik Ganjuran Yogyakarta, sinkretisme kebudayaan dimulai dengan dipakainya gamelan dan bidang kesenian lainnya dalam kegiatan ritual gereja. Berturut-turut disajikan berbagai bidang karya seni Jawa yang menurut Schmutzer dapat diguanakan sebagai media menjelaskan ajaran Katolik dan diterapkan dalam enkulturasi, antara lain menggunakan ilham (inspirasi) dari wayang kulit purwa. Wayang kulit purwa digunakan dalam menjelaskan kontak Trinitas ajaraan Katolik, yaitu wayang dapat berarti ayang-ayang atau bayang-bayang, yaitu bayangan nenek moyang, di sini diartikan sebagai Trinitas. R.M. Poerwodiwiryo melukiskan keagungan Sang Tri-Mulyo Mahasuci yang dipinjamnya dari wayang purwa. Ketiga tokoh suci itu ialah Allah Bapa, Allah Putra dan Roh Kudus. Ketiga tokoh suci tersebut berpakaian kebesaran tertinggi pewayangan dan juga mengenakan simbol-simbol dalam pewayangan.
Inspirasi relief Candi Borobudur mengilhami pemahatan adegan Gusti Yesus Kepatapan Ukum Pati (Kristus Dipidana Hukum Mati), dan Gusti Yesus Manggul Pamenthangan (Sang Kristus Memikul Kayu Salib). Kedua relief tersebut mengingatkan pada relief Candi Borobudur yang melukiskan Buddha Carita yang menggambarkan Sang Buddha duduk bersila di atas singgasana dengan ceruk-ceruk (nis) berbingkai.
Pelukis gaya batik Fr. X. Djoemingan melukis Diah Maria Ibu Dalem. Lukisan ini menggambarkan Bunda Maria dan Sang Timur berpakaian gaya Jawa, bermahkota, baju kebaya lengan panjang, kain batik parangrusak, beralas kaki selop, selendangan panjang, rambut terurai panjang, aksesoris berupa gelang, kalung dan kelat bahu.
Musik Gamelan dan Lagu-lagu untuk Mengiringi Upacara Gerejani (Liturgi): adapun untuk instrumen musik iringan upacara agama (liturgi), atas jasa Broeder Clementius dan Ivo dari Yogyakarta, dibuat lagu-lagu untuk iringan lagu kegerejaan menggunakan gamelan Jawa. R. Soehardji seorang bekas murid dari Muntilan membuat komposisi nada lagu pelog untuk dilantumkan pada misa di Yogya dan Mendut.
Kehidupan Keluarga Sehari-hari Dirumah
satu kebiasaan yang umum dilakukan bangsa pribumi jawa pada pagi hari adalah ke kali, hal demikian sangat biasa termasuk untuk para perempuannya, kebiasaan yang seperti ini membuat jamban terletak di luar rumah.
Sudah sejak lama keturunan belanda membuat tempat untuk mandi badhuisjei di tepi sungai, air didapat dari sumber air di Molenvliet yang disalurkan lewat pipa. Apabila orang mandi orang membuka kunci saluran air, sehingga air dapat menggalir dan terbuang lewat saluran air limbah, namun terbentang sepanjang ruah atau halaman rumah bagian belakang namun bak tersebut mengandung lumpur. Kamar mandi yang terletak di dalam rumah sudah dikenal orang pada 1870, tentu saja masih berbentuk sederhana. Pada sisi belakangan ruangan terdapat washuys. disitu terletak sebuah wasschbalie of bad yaitu sebuah tong ber untuk mandi dengan gayung.
Bagaimana cara orang batavia mandi pada abad ke-18? Orang dapat melihatnya lewat lukisan yang dibuatb oleh J. Rach yaitu gambar sungai dan seorang perempuan yang sedang mandi, kebiasaan mandi yang tergambar dilukisan itu sudah sangat lazim pada saat itu. Orang yang lahir dibelandasebenarnya membenci kebiasaan mandi etiap hari, hal demikian itu juga berlaku bagi bangsa portugis termasuk juga perempuannya, kkhususnya para nona. Untukn menggantikan mandi mereka lebih senng mengenakan pakaian dalam yang tipis. Pada 1753 orang masih memberitakan kebiasaan seperti itu dengan menyebutnya wassen (mandi) untuk menjadikan tubuh segar.
Daur Hidup dan Gaya Hidup Mewah
Daur hidup atau life cycle adalah suatu rangkaian dalam perkembangan kehidupan seseorang untuk kembali ke status aslinya dari satu tingkat ke tingkat berikutnya. Ada tiga peristiwa penting dalam daur kehidupan manusia yaitu kelahiran, perkawinan dan kematian.
Ada tiga daur krhidupan yang akan dibahas yaitu :
1. Upacara kelahiran
Kelahiran anggota baru dalam keluarga lazim dirayakan dengan berbagai upacara. Sebelum melahirkan keluarga indis yang mampu sudah menyiapkan baju kanak-kanak, ranjang untuk si bayi dll. Upacara penting setalah kelahiran adalah pemberian nama dan upacara pembaptisan di gereja. Orang tua juga dapat memanggil pendeta untuk pembaptis pendeta dirumah. Serta banyaknya peraturan yang diberlakukan umtuk mendapatkan pengesahan perkawinan seseorang. Sahnya perkawinan dua orang mempelai kedudukan bayi yang baru lahir. Sesuai dengan undang-undang tahun 1642 seorang nasrani dilarang mengawini orang yang bukan nasrani. Akibatnya perkawinan di luar nikah. Upacara-upacara untuk menyongsong kelahiran anak tidak terlalu banyak menelan biaya.
2. Upacara pernikahan
Pernikahan memerlukan biaya yang cukup besar dibandingkan dengan upacar kelahiran. Kemewahan upacar perkawinan ditentukan oleh kekayaan, tingkat jabaan, serta keberuntungan kedua calon pengantin dan orang tua pengantin. Upacar yang berlangsung semasa VOC dan pemerintahan Hindia Belanda berbed dari waktu ke waktu. Sebelum akad nikah berlangsung calin pengatin laki-laki menggantukan sebuah mahkota kecil di depan pintu rumah atau kantornya. Beberapa minggu sebelum akad nikah kedua calon mempelai mengadakan resepsi yang dihadiri teman-teman dekatnya. Malam sebelum hari perkawinan mahkota dari pihak laki-laki dibawa kerumah mempelai wanita diiringi musik dan lagu-lagu khusus untuk pernikahan. Pada pagi harinya mahkota diletakan di depan pintu rumah pengantin perempuan yang sudah dihias dengan bagus. Pada akhir abad ke 18 upacara tidak diadakan digereja, tetapi mereka mengundang pendeta ke rumah pengantin perempuan. Seusai upacara perkawinan, pengantin perempuan tinggal dirumah saja untuk beberapa hari. Ia keluar rumah menuju ke gereja dan diteruskan menjalankan pekerjaan rumah sehari-hari.
3. Upacara kematian
Upacara kematian diselenggarakan dengan mewah dan menelan biaya sangat besar. Upacara kematian untuk pejabat VOC atau pemerintah Hindia Belanda memerlukan pengerahan banyak tenaga dan pemikiran berbagai pihak. Mulai dari keluarga, rohaniawan pejabat sipil, militer sampai serdadu dan pemikul peti jenazah atau penggali kubur.peti jenazah dihias dengan sangat bagus berupa hiasan ukiran dan tulisan indah berisi puji-pujian dengan hiasan lambang berwarna keperskan. Seperti di Belanda, peti mati dipikulb oleh sahabat dan kenalan tetapi kemudian oleh tukang pikul yang disewa, para pembesar hanya berjalan mendampingi. Suatu keangungan bila pemakaman dilakukan pada saat hari sudah gelap. Iring-iringan pengantar jebazah datang di pekuburan pukul enam sore hari, jumlah lilin dan ob or kadang mencapai 130 buah sehinggga memberi suasan megah, tetapi juga biaya yang besar. Waktu itu harga lilin dan minyak cukup mahal. Setalah berada dirumah duka diadakan makan bersama, pada waktu itu sudah ada sebuah perusahaan yang menyediakan peralatan untuk pemakanaman seperti baju upacara pemakaman berupa mantel panjang dan pendek, koreden, obor dan sebagainya.
Biaya pemakaman memang sangat besar tetapi tetap diadakan demi citra seseorang pejabat yang kaya. Valentijn menyebutkan besarnya biaya pemakaman Speelman tidak kurang dari 10.000rds (ringgit) sedangkan untuk Antonio Van Diemen tidsk kurang dari 5.275 gulden. Diantara batu nisan juga didirikan patung peninggalan masyarakat indis. Gambaran tentang upacara kematian tersebut merupakan gambaran gaya hidup dan kebesaran, serta keagungan yang menjadi ciri dari mata rantai hidup mewah masyarakat Indis yang feodal, mulai dari kelahiran sampai kematiannya.
Seni Bangunan dan Hasil Karya Seni
Di dalam upaya mengupas dan meneliti sesuatu hasil karya seni dari zaman ke zaman, dari berbagai suku bangsa dan tempat, orang terbentur pada berbagai kesulitan dalam menilai keindahannya karena ternyata arti “indah” bagi setiap bangsa dan zaman tidak sama dan selalu berubah-ubah. Dalam seni lukis abad ke- 17 s/d 19, sedikit sekali kemungkinan para pelukis memalsukan objek yang dilukis. Pendapat ini disertakan beberapa alasan.
Pertama, para pelukis naturalis yang hidup pada abad ke-17 s/d 19 adalah pengikut yang terpengaruh oleh gaya periode Renaisans dan Barok. Pada masa itu “naturalisme” dan “akademisme” hidup dengan subur dikalangan seniman lukis Eropa. Dengan demikian didalam lukisan seniman-seniman Belanda pada jaman ini besar sekali kemungkinannya bahwa apa yang dilukis benar-benar ada dan tepat sesuai dengan bangunan serta keadaan pada waktu itu. Pelukis Belanda waktu itu mewujudkan karya lukisannya secara alami, didasarkan dari apa yang mereka lihat tanpa sedikitpun mengerjakan pengaruh pengaruh dari jiwanya.
Pelukis-pelukis Belanda pada jaman itu adalah, Johannes Oliver, Roorda Eysinga, Willebrands, J.Rach dan pelukis terbagus pada abad ke 17 adalah Jacob Janson Coeman kelahian Amsterdam, ia datang ke Indonesia pada 1663.
Pemukiman Pada Masa Indis
Karya tulis Peter J.M. Nas yang membahas tentang kota yang dibedakannya dalam empat macam, yaitu; (1) kota awal Indonesia, (2) kota Indis, (3) kota Kolonial, (4) kota modern. Kota awal Indonesia disebut memiliki struktur yang jelas mencerminkan tatanan kosmologis dengan pola-pola sosial-budaya yang dibedakan dalam dua tipe. Yaitu; (a) kota-kota dalam pedalamam dengan ciri tradisional-religius, dan (b) kota-kota pantai yang berdasarkan pada kegiatan perdagangannya misalnya kota Indis Semarang.
Sejak awal pembentukannya sebagai kota, Batavia dijadikan pusat penguasa kolonial di Indonesia. Budaya Indis yang berkembang subur pada abad ke-18 sampai abad ke19, dan berpusat diwilayah tanah partikelir dan di lingkungan Indische landshuizen. Ada 3 ciri yang harus diperhatikan untuk dapat memahami struktur ruang lingkup sosial kota kolonial, yaitu budaya, teknologi, dan struktur kekuasaan kolonial.
Pengaruh Belanda dan mazhab-mazhab Eropa berhasil memperkuat dan memberi alat untuk menanggulangi kekurangan-kekurangan dalam cara membangun kota atau rumah, dan membantu dalam hal memberikan petunjuk tentang konstruksi bangunan, organisasi, dan metode dalam membangun rumah pada masyarakat Jawa. Ahli-ahli bangunan Jawa tradisional mempunyai organisasi tersendiri. Yang menarik salah satunya adalah tradisi yang bertumpu pada kewajiban sambatan(gotong-royong), yang juga dilakukan pada saat mereka membangun tempat tinggal kepala desanya. Unsur utama kehidupan seni bangunan Jawa adalah adanya keharmonisan dengan alam sekitar.
Sesuai dengan perkembangan ekonomi, pengajaran, dan pendidikan pada abad ke-19, jumlah gedung sekolah semakin banyak. Gedung sekola semula didirikan tidak jauh dari kabupaten, dengan siswa terpilih dari golongan masyarakat berpenghasilan tertentu. Tempat rekreasi umum yang dibangun secara permanen baru muncul abad ke-20.
Maclaine Pont berpendapat bahwa pada awalnya abad ke-20 bangunan kota-kota di pulau Jawa sudah banyak menerima pengaruh seni bangunan Belanda. Permukiman dan tempat tinggal penduduk di kepulauan Hindia Belanda terjadi sesuai dengan golongan dan kebangsaannya. Ada 4 golongan kebangsaan yaitu anak negri atau bangsa pribumi, orang yang disamakan dengan anak negri, orang yang disamakan dengan bangsa eropa (gelijk gesteld).
Upaya Mencukupi Kebutuhan Perumahan Kota.
Berbagai upaya masyarakat pun dilakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut. Pada beberapa kota didirikan pengusahaan tanah oleh pemerintah kotapraja (Gemeentellijke Grondbedriif). Keberhasilan mereka mengatasi kesulitan perumahan dan mengatur pendirian rumah baru sangat memudahkan mereka mengatur tata ruang kota. Dari sudut ekonomi, pembangunan rumah dapat juga dimaksudkan untuk mencari untung. Kesulitan yang timbul adalah pada pembentukan dinding dari beton dengan sponning pada tiangnya. Pembahasan tentang permukiman masyarakat eropa, indis, dan pribumi didalam kota-kota di Jawa sangatlah menarik, terutama tentang peran arsitek muda seperti Kaarsten dan Maclaine pont. Mereka berupaya mengetengahkan pentingnya arsitektur tradisional jawa dalam membangun perumahan dan kota.
Penggunaan Unsur Seni Tradisional dalam Rumah Gaya Indis
Upaya untuk mewujudkan penggunaan unsur-unsur seni bangunan tradisional setempat (khususnya Jawa) telah dilontarkan oleh seorang penulis dengan nama samaran Reflector di dalam Indisch Bouwkundig Tijdschrift (Agustus,1907:143). Reflector mengutip dari harian De Locomotif, terbitan 30 juli 1907. Ia menyebutkan, Ch.Meyl bertutur bahwa para arsitek inggris di india berhasil dalam ciptaan-ciptaannya dengan mendapat ilham dan mencontoh arsitektur tradisional pribumi india yang ada di sekeliling mereka yang mereka lihat setiap hari. Dengan memperhatikan tulisan Reflector dalam Indisch Bouwkundig Tijdschrift (1907) ini, tampak kecenderungan adanya kelompok pakar ahli bangunan di Hindia Belanda yang menginginkan penggunaan unsur budaya tradisional Jawa dalam penciptaan seni bangunan.
Ragam Hias Rumah Tinggal
Arsitektur rumah tinggal merupakan suatu bentuk kebudayaan. Arsitektur sendiri dianggap sebagai perpaduan antara karya seni dan pengetahuan tentang bangunan, arsitektur juga membicarakan berbagai aspek tentang keindahan dan konstruksi bangunan.
Gerakan Renaisans, yang lahir pada awal abad ke- 15, menggugah banyak orang untuk meneliti dan mempelajari teori-teori arsitektur dan kebudayaan Yunani-Romawi kuno. Beruntunglah bahwa kemudian Pagio Braccioli menemukan manuskrip asli Vitruvius tersebut di perpustakaan Saint Gall Monestry pada 1414. Temuan manuskrip tersebut kemudian diserahkan kepada temannya Leone Batista Alberti, seorang ahli sastra dan budaya klasik yunanai.
Menurut Marcus Vitruvius Pallio, tiga unsur yang merupakan factor dasar dalam arsitektur yaitu : a. kenyamanan; b. kekuatan atau kekukuhan; c. keindahan. Ketiga factor tersebut saling berhubungan dan selalu hadir dalam struktur bangunan yang serasi. Ketiga factor tersebut merupakan dasar penciptaan arsitektur yang memiliki estetika. Sebuah bangunan selayaknya dapat dinilai dari segi keindahan, kenyamanan, serta keselamatan bagi penghuninya. Seorang arsitek juga menciptakan karya tiga dimensi. Salah satu elemen dalam dunia arsitektur adalah ornament atau ragam hias. Ragam hias berhubungan dengan segi keindahan suatu bangunan.
Berikut ini penjelasan lima indikasi seni bangunan dan seni lukis. Pertama, seni lukis modern adalah karya seni yang meninggalkan naturalism yang terdapat pada seni plastis (pahat patung). Kedua, seni lukis modern bersifat bebas, terbuka, dan berlawanan dengan seni arsitektur. Arsitektur cenderung terikat oleh bentuk kebutuhanalami dan lingkungan sekelilingnya. Ketiga, seni lukis modern penih dengan warna-warna dan bidang yang bertolakbelakang dengan arsitektur yang tidak banyak menggunakan warna-warni seperti karya lukis. Keempat, seni lukis modern meliputi proses penciptaan bentuk plastis pada bidang datar, yang menghasilkan sesuatu yang kontras dengan permukaan bidang datar yang terbatas pada bangunan. Kelima, seni lukis modern memberi bentuk plastis pada bidang datar dengan pertimbangan yang tepat dan imbang.
Bentuk Atap dan Hiasan Kemuncak
Mengenai pembuatan bangunan rumah Jawa tradisional dan hiasannya dari masa awal abad ke-20, terdapat suatu keganjilan apabila dibandingkan dengan bagaimana masyarakat yang tinggal di pulau sekitarnya, yaitu Bali dan Sumatera terutama dalam hal mendirikan rumah. Orang Sumatera membangun rumah dari bahan kayu dan orang Bali membangun rumahnya dari bahan tanah liat yang dijemur atau dengan batu bata. Hal ini menjadi lebih jelas apabila dikaitkan dengan kenyataan bahwa di pulau Jawa terdapat bangunan-bangunan kuno (purbakala) dari batu andesit yang sangat megah, seperti Candi Borobudur, Prambanan dan sebagainya yang juga mempunyai relief yang sangat kaya. Yang menjadi pertanyaan utama ialah bagaimana orang jawa menyelesaikan konstruksi rumahnya dan apa tujuannya? Rouffaer berpendapat, bahwa untuk wilayah Jawa Tengah, kayu jatilah yang terbaik karena material kayu adalah yang terbagus dan banyak terdapat di Jawa Tengah. Di samping itu, kayu sangat cocok dan sangat baik untuk daerah tropis, serta sangat baik untuk mengantisipasi gempa bumi. Bangunan rumah Jawa memiliki bermacam-macam bentuk atap. Nama atau gaya sesuatu bangunan rumah justru ditentukan menurut masing-masing bentuk atapnya, misalnya : rumah bentuk joglo, limasan, tajug, kampung dan sebagainya. Bentuk atap bangunan rumah merupakan penentu nama sesuatu gaya bangunan rumah di Jawa dan Indonesia pada umumnya. Adapun di Eropa (Barat) orang menggunakan bentuk tiang atau kepala tiang sebagai penentu ciri suatu gaya bangunan. Hal ini merupakan kelanjutan pengaruh gaya bangunan Yunani dan Romawi kuno, misalnya gaya Doria, Ionia, Korinthia dan sebagainya.
KESIMPULAN
Dari seluruh uraian dalam buku ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut, Kehadiran berbagai bangsa di Kepulauan Nusantara memperkaya kebudayaan Indonesia. Kehadiran bangsa Eropa, khususnya Belanda, yang kemudian menjadi penguasa, menimbulkan kebudayaan campuran yang disebut kebudayaan Indis.
Kebudayaan Indis merupakan hasil perpaduan dua kebudayaan, yaitu Indonesia dan Eropa. Kebudayaan campuran ini mencakup ketujuh aspek unsure universal budaya bangsa, seperti yang dimiliki oleh semua bangsa di dunia. Dengan demikian, kebudayan Indis adalah kebudayaan yang Prasejarah, kebudayaan Hindu-Buddha, dan kebudayaan Islam di Indonesia. Kebudayaan Indis merupakan produk dari pengaruh kebudayaan Barat, sekaligus bagaian dari kebudayaan modern Indonesia. Kebudayaan Indis di Indonesia berakhir sesudah balatentara Jepang mengalahkan penguasa Hindia Belanda pada 1942. Dengan kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II dan diproklamasikannya Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 1945, kebudayaan Indis telah berakhir di wilayah Republik Indonesia dan tidak dapat berlanjut seperti kedudukannya semula.
Di negri Belanda ternyata kebudayaan Indis tetap hidup. Bahkan pada akhir abad ke-20 ini masyarakat keturunan Indo Belanda masih melestarikan gaya hidup Indis. Pasar malam Tong-Tong di Den Haag dengan berbagai acaranya menggelar berbagai pertunjukan bernapaskan seni Indis. Di berbagai kota di negeri Belanda terdapat Indische restaurant, dengan hidangan Indische rijsttafel yang terdiri atas sate, nasi goreng, sambel goreng, wedang sekoteng dan sebagainya.
Isitilah ”Indis” yang dirasa berkonotasi sebagai hasil kebudayaan yang rendah dari masa penjajahan tidaklah perlu dirisaukan lagi, sebab Indonesia telah merdeka dan memproklamasikan kemerdekaannya. Selain itu, kerisauan itu tidak perlu karena kebudayaan Indis adalah hasil cipta masyarakat keturunan Indonesia dan Barat (Belanda). Jadi kebudayaan Indis adalah kebudayaan Indoesia juga.
Setelah mengamati dan mengikuti perkembangannya kebudayaan Indis, khususnya gaya hidup, karya seni, dan budaya masyarakat pendukungnya, penulis perlu menyampaikan saran-saran untuk mendapatkan perhatian dan tindak lanjut pelestariannya. Dua hal yang penulis mohonkan perhatian adalah sebagai berikut.
SARAN
Kami sebagai penyusun merasa belum sempurna dalam menyelesaikan ataupun mereview buku Prof. Dr. Djoko Soekiman, dalam judul Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa (1996). Karena itu kami sebagai penyusun mengharapkan kritik dan saran dari Pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Soekiman,Djoko. 2011. Kebudayaan Indis Dari Zaman Kompeni sampai Revolusi. Jakarta: Komunitas Bambu.
http://id.shvoong.com/humanities/history/2076511-teori-tentang-masuk-berkembangnya-kebudayaan/
http://id.shvoong.com/humanities/history/2076511-teori-tentang-masuk-berkembangnya-kebudayaan/#ixzz1ZmjR0BpR
http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/11/11/teori-kebudayaan-dan-ilmu-pengetahuan budaya/
http://konsultasikehidupan.wordpress.com/2009/05/03/teori-pertukaran-sosial-social-exchange-theory/
Nama kelompok :
Siti Allia Nurul Klarina 11509247
Sari Gracelia 14509897
Ratna Sari Fauzia 10509841
Nuarindah 10509668
Tidak ada komentar:
Posting Komentar